Welcome

BERNIAT KARENA ALLAH

       Diriwayatkan Abu Hafsh, Umar bin al-Khathab pernah mendengar Rasulullah bersabda, “Sesungguhnya setiap amal itu tergantung niatnya. Begitu pula balasan setiap orang tergantung niatnya. Barang siapa hijrah dengan niat karena Allah dan Rasul-Nya, maka (ia akan mendapatkan balasan) hijrahnya karena Allah dan Rasul-Nya. Namun, barang siapa hijrah dengan niat karena ingin mendapatkan dunia atau menikahi wanita, maka (balasan) hijrahnya seperti yang ia inginkan.”
HIJRAH IBRAHIM BIN ADHAM
      Ahmad bin Abdullah-sahabat Ibrahim bin Adham yang merupakan putra mahkota Raja Khurasan-bercerita: Suatu hari ketika Ibrahim bin Adham berada tidak jauh dari istananya, ia melihat seorang laki-laki menyantap remah roti. Ibrahim bin Adham tertegun. Ia pandangi orang itu dengan saksama hingga ia menghabiskan remah roti itu, kemudian minum dari air sungai yang terletak di bawah istananya. Setelah itu, orang itu tidur dengan lelapnya. Melihat itu, Ibrahim bin Adham terpikir sesuatu. Ia pun mengutus beberapa orang seraya berkata, “Jika orang ini sudah bangun, bawa kemari.” Setelah bangun, orang suruhan Ibnu Adham berkata kepadanya, “Tuanku yang tinggal di istana ini ingin bicara denganmu.” Orang itu pun dibawa masuk bersama suruhan Ibrahim bin Adham. Begitu datang, Ibrahim bin Adham berkata, “Wahai kisanak, engkau menyantap remah-remah roti. Apakah engkau lapar?” Orang itu menjawab, “Ya.” Ibrahim bin Adham bertanya lagi, “Apakah engkau kenyang?” Ia menjawab, “Ya.” Ibrahim bin Adham bertanya lagi, “Lalu, engkau tidur pulas tanpa beban apa pun?” Ia menjawab, “Ya.” Ibrahim bin Adham berkata dalam hati, “Apa yang telah aku perbuat selama ini dengan dunia? Memuaskan nafsu belaka.”
      Selanjutnya, Ibrahim bin Adham mengembara dalam misi pencarian Allah. Ia ingin hijrah kepada-Nya dengan hati yang bersih dan niat yang tulus. Dalam perjalanan, ia berjumpa dengan seseorang yang berparas tampan, berpakaian menawan, serta wangi. Orang itu menyapanya, “Wahai kisanak, dari mana? Dan mau ke mana?” Ibrahim menjawab, “Dari dunia menuju akhirat.” Orang itu bertanya, “Wahai kisanak, apakah engkau lapar?” Ibrahim menjawab, “Ya.” Orang itu kemudian salat dua rakaat, kemudian salam. Tiba-tiba di sebelah kanannya tersaji makanan, dan di sebelah kirinya tersaji minuman. Lalu, ia berkata, “Makanlah.”Ibrahim bin Adham pun makan sekadar menghilangkan lapar dan haus. Orang itu berkata, “Pikirkan, pahami, jangan bersedih, dan jangan terburu-buru, karena terburu-buru itu sifatnya setan. Wahai kisanak, jika Allah menghendaki kebaikan bagi seorang hamba, Dia akan jadikan hatinya lentera untuk membedakan yang benar dari yang salah, disaat orang-orang lain susah membedakan keduanya. Wahai kisanak, aku akan mengajarkanmu nama Allah yang paling agung. Jika engkau lapar, bacalah itu sebagai doa kepada Allah supaya Dia mengenyangkanmu. Dan, jika engkau haus, bacalah itu sebagai doa kepada Allah supaya Dia menghilangkan dahagamu. Jika engkau duduk bersama orang- orang baik, jadilah engkau tanah bagi mereka, biarkan mereka menginjakmu. Sesungguhnya Allah akan murka karena murka mereka, dan Allah juga rida karena rida mereka.””Wahai kisanak, ambillah segini, dan aku ambil segini.” Ibrahim berkata, “Aku bergeming.” Orang itu kemudian berkata, “Ya Allah, tutupilah aku darinya, dan tutuplah dia dariku.” Setelah itu, aku tidak tahu ke mana perginya dia. Aku pun melanjutkan perjalananku. Masih terngiang dalam ingatanku nama Allah yang paling agung yang ia ajarkan kepadaku. Di tengah perjalanan selanjutnya, aku bertemu seorang laki-laki berparas tampan, berpakaian menawan, dan wangi. Dia memegang pundakku sembari berkata, “Apa yang engkau inginkan? Apa yang telah engkau jumpai dalam perjalanan ini?” Kujawab, “Seorang laki-laki dengan ciri-ciri seperti ini. Dia mengajarkanku ini dan ini.” Orang itu tiba- tiba menangis. Aku berkata, “Sumpah, siapakah sebenarnya orang itu?” Orang itu menjawab, “Ilyas. Allah mengutusnya kepadamu untuk mengajarkanmu urusan agamamu.” Dan aku bertanya, “Lantas, engkau siapa?” Ia menjawab, “Aku Khidir.”
         Begitulah, oleh karena Ibrahim bin Adham hijrah dengan niat tulus karena Allah, yang dipertegas dengan tindakan nyata, maka ia pun berjumpa dengan para wali Allah. Ia pun belajar nama Allah yang paling agung dari mereka. Maka ia berhasil menadapatkan karamah dan maqam berkat niat yang tulus dan hijrah karena Allah.”

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Scroll to Top

Selamat Datang