Generasi Muda Saat ini Mungkin Banyak yang belum mengenal sosok yang menyelamatkan teks Proklamasi asli tulisan Bapak Proklamat Ir. SoeKarno, Pasalnya, ada beragam tokoh yang membantu pembuatan naskah proklamasi kemerdekaan Indonesia Yakni Soekarno, Mohammad Hatta, dan Ahmad Soebardjo. Selain itu, hadir juga beberapa aktivis, para pemuda, wartawan yang menunggu proses perumusan teks proklamasi.
Tapi ada satu sosok penyelamat naskah asli teks proklamasi kemerdekaan Indonesia. Dia adalah B.M. Diah alias Burhanuddin Mohammad Diah menjadi saksi perumusan naskah proklamasi yang kala itu dilaksanakan kediaman Laksamana Maeda.
Pada 17 Agustus 1945 pukul 04.00 WIB, Soekarno merampungkan teks proklamasi yang akan dibacakan di Jalan Pegangsaan Timur Nomor 56, Jakarta. Setelah menuliskannya di secarik kertas, Soekarno memberikan teks tersebut untuk diketik oleh Sayuti Melik. Begitu naskah selesai diketik ulang, naskah asli teks proklamasi dianggap sudah tak penting sehingga Sayuti Melik membuangnya ke tong sampah. Namun, B.M. Diah menemukan teks asli tersebut dan merapihkannya kembali sebelum ia simpan di buku catatan yang ia bawa.
Meski sudah tidak dipakai lagi, teks proklamasi dari tulisan Soekarno tidak dibiarkan begitu saja. Setelah menyimpannya selama 47 tahun, BM Diah menyerahkan teks tersebut kepada museum Arsip Nasional Republik Indonesia (ANRI). Sudah lebih dari 30 tahun ANRI menyimpan dan merawat keberadaan teks asli proklamasi. Mengutip dari laman ANRI, teks tersebut disimpan di tempat penyimpanan khusus dengan suhu ruangan 18-20 derajat celcius standar daerah tropis.
Lalu Siapakah B.M Diah ?
B.M. Diah sendiri merupakan putra bangsa yang lahir di Banda Aceh, pada 7 April 1917. Ia lahir dari seorang ayah bernama Mohammad Diah yang berasal dari Barus, Sumatera Utara, dan seorang ibu bernama Siti Sa’idah yang berasal dari Aceh.
Anak bungsu dari 8 bersaudara ini diketahui pernah mengenyam pendidikan di HIS sebelum akhirnya melanjutkan sekolah ke Taman Siswa di Medan. Lalu saat berusia 17 tahun, B.M. Diah memutuskan untuk merantau ke Jakarta untuk belajar di Ksatriaan Institut jurusan jurnalistik.
Setelah lulus dari sekolah tersebut, B.M. Diah mulai bekerja di Harian Dinar Deli sebagai redaktur. Setahun kemudian, ia kembali ke Jakarta untuk bekerja di Harian Sin Po sebelum akhirnya mendirikan usahanya sendiri, yakni Bulanan Pertjatoeran Doenia. Lalu pada 1942 B.M. Diah menjadi penyiar di Radio Hoso Kyoku dan merangkap sebagai pembantu editor di Asia Raja.